Raja Ampat - Indonesia Last Paradise, hope it lasts.

Menginjakkan kaki di tanah Papua sudah lama menjadi impianku! Bahkan saking pinginnya aku ke sana, Papua menjadi salah satu list keinginan tempat KKNku tapi pilihanku akhirnya jatuh ke tanah Sulawesi, Pulau Sainoa, jadi impianku ke Papua masih aku simpan dulu.

MY DREAM CAME TRUE!!!

But finally, my dream came true! Akhirnya aku menginjakkan kakiku di tanah Papua, tanggal 10 - 15 Maret 2019 kemarin. Nggak main-main, aku mengunjungi Raja Ampat. Huaa so happy😁 Mungkin teman-temanku di instagram sudah melihat instastoryku mengenai kunjunganku ke Raja Ampat ini tapi ada beberapa hal-hal yang nggak aku ceritakan di sana lalu akan aku ceritakan di postingan blog ini.
Kunjunganku ke Raja Ampat terbilang sangat singkat, hanya 5 hari dan hanya mengunjungi dua destinasi wisata andalan di sana serta beberapa atraksi wisata. Kenapa sangat singkat ya bisa dibilang kunjungaku itu merupakan kunjungan kerja. Pada tanggal tersebut, aku masih menjadi intern di Kementerian Pariwisata (baca cerita Internshipku di Kementerian Pariwisata) dan seperti yang aku ceritakan bahwa kunjunganku ke Raja Ampat ini karena kebaikan hati kepala bidang dan kepala-kepala subbidangku yang telah mengizinkan aku ikut serta. Terima kasih Pak Khabib, Bu Yayuk, dan Kak Anas ☺ Kementerian Pariwisata, khususnya Asisten Deputi Infrastruktur dan Ekosistem, lebih khususnya bidang Ekosistem, mengadakan bimbingan teknis (bimtek) mengenai carrying capacity dalam rangka visitor management di destinasi wisata dan destinasi wisata yang dipilih salah satunya adalah Raja Ampat. So, that's why kalau pada tanya dalam rangka apa aku ke Raja Ampat. 

Rombongan kantor berisi 10 orang, ditambah 2 profesor dari UGM yaitu Prof. Janianton dan Prof. Baiquni yang akan mengisi bimbingan teknis nantinya.

Itinerary kami adalah sbb:
Hari 1, 5 Maret 2019: perjalanan Jakarta - Sorong dengan penerbangan malam, pukul 10 malam WIB langsung banget setelah pulang kantor. Masih pakai seragam kantor dan pakai transit di Makassar selama 2 jam.

Hari 2, 6 Maret 2019: Sampai di Sorong sekitar pukul 7 pagi WIT dilanjutkan perjalanan laut ke Waisai selama kurang lebih 2 jam, sampai di Waisai pukul 12 siang WIT. Sehingga total perjalanan selama kurang lebih 7 jam.

Sampai Waisai makan siang setelah itu langsung ke hotel. Lalu sorenya jalan-jalan di sekitar Waisai ke Resort Waiwo.

hello, it's meh.

Tinggal di resort kayak gini sebenernya asyik ya kalau siang-siang, kalau sudah malam kayanya little bit spooky hihi. Soalnya kalau malam kayanya gelap bgt nggak ada lampu dan mungkin dneger suara-suara dari hutan yg ada di deketnya

Saat jalan-jalan sore ini, kami diajak mampir sebentar ke batu nenek, batu yg menyerupai wajah  seorang nenek. Bisa kah kalian menemukan si nenek?

Hello, grandma?

Hari 3, 7 Maret 2019: site visit, tinjauan ke tempat wisata yang ada di Raja Ampat untuk ditinjau mengenai carrying capacity dan visitor managementnya. Keterbatasan waktu yang ada membuat site visit hanya diagendakan 1 hari maka tempat wisata yang dituju adalah 2 tempat wisata andalan Raja Ampat saja yaitu Piaynemo dan Kampung Wisata Arborek, serta beberapa atraksi wisata yang lebih lanjut akan kuceritakan di bawah.

Hari 4, 8 Maret: bimbingan teknis dengan mengundang dinas pariwisata dan dinas lingkungan hidup Kabupaten Raja Ampat, BAPPEDA Raja Ampat, para pengelola destinasi wisata, para asosiasi atau himpunan pariwisata, travel agent, dan akademisi di lingkup wilayah Raja Ampat. Kegiatan ini sangat menarik buatku karena menguak bebeapa hal yang nggak aku ketahui sebelumnya mengenai kondisi pariwisata di Kabupaten Raja Ampat serta aku mendapat ilmu baru, akan aku ceritakan di bawah.

Hari 5, 9 Maret 2019: perjalanan kembali ke Jakarta dengan rute perjalanan pulang kebalikannya dari perjalanan berangkat. Sampai di Jakarta kurang lebih pukul 8 malam WIB.

Bagi beberapa orang di rombongan kunjungan ini merupakan kunjungan pertama kali ke Raja Ampat, Papua (nggak cuma aku kok wkwk) bahkan pertama kali naik kapal kecil untuk menjangkau tempat-tempat wisata dan atraksi wisata yang ada. Memang untuk menjangkau tempat-tempat wisata di Raja Ampat harus mengarungi lautan dulu karena Raja Ampat terkenal dengan wisata bahari.

Saat site visit kami menggunakan kapal speedboat beratap berkapasitas 15 orang. Nama kapalnya adalah 'Dua Putri'. Jadi kapal kami diisi oleh 10 orang rombongan kantor, 3 orang tour travel lokal, 1 orang kru kapal 'Dua Putri' dan 1 orang guide yang sangat humble dan lucu banget guyonannya.

Cuaca saat kami di sana juga sedang tidak mendukung, sedang musim hujan, langit mendung, hujan beberapa kali mengguyur, sedikit apes memang tapi tetep nggak bisa menyembunyikan keindahan dan pesona Raja Ampat. Bagus banget!!!!

Walaupun langit mendung tapi kecantikan Raja Ampat tetap terpancar

Di Waiwo, Raja Ampat. Warna airnya seger banget

Faktor cuaca tadi membuat perjalanan laut ke destinasi wisata saat site visit menjadi sedikit menegangkan, hehe sedikit buatku karena pernah merasakanya tapi menjadi sangat menegangkan bagi yang baru pertama kali. Pasalnya nih, saat akan berangkat site visit memang sudah gerimis tipis. Selama 45 menit  - 60 menit perjalanan ombak masih tenang, menuju tengah laut langit sudah gelap dan ombak mulai tinggi. Kapal nggak cuma terombang-ambing ke atas dan ke bawah tapi juga ke kanan dan ke kiri karena posisi kami yang pergi melawan arus. Rasanya di dalam kapal?? Nggak karuan. Lebih tegang dari bodi (kapal kayu kecil) terombang-ambing yang pernah aku rasain waktu KKN. Mungkin karena orang-orang di dalam kapal lagi tegang dan ditambah faktor cuaca serta langit yang gelap menambah efek ketegangan menjadi-jadi.


Masih pada bisa senyum hahaha

Terombang-ambing di lautan berlangsung lumayan lama. Lumayan lah membuat perut sebagain orang di rombongan menjadi nggak karuan rasanya dan meronta ingin keluar. Setelahnya, 20 menit menuju destinasi pertama untuk divisitasi, Piaynemo, ombaknya sudah mulai tenang tapi rintik-rintik hujan masih besar. "Wah akan menikmati Piaynemo dengan hujan nih", pikirku saat itu. Pikirku lagi Piaynemo bisa nggak terlalu cantik karena mendung dan hujan. Ternyata aku salah!! Cantiknya nggak bisa ketutup mendung dongg, cantik banget.


PIAYNEMO

Piaynemo Raja Ampat ft. mendung, tetap cantik kan?

Destinasi wisata berupa gugusan pulau yang terletak di Piaynemo ini viewpointnya dapat dinikmati wisatawan dari atas bukit, ah nggak usah panjang lebar aku ceritakan, dari foto di atas pasti sudah pada tahu yang kumaksud. Kalau berkunjung ke Raja Ampat tidak mungkin tidak berfoto di destinasi andalan ini. Ada beberapa destinasi yang macam gini di Raja Ampat, maksudnya destinasi berupa gugusan pulau seperti di Piaynemo, contohnya adalah di Wayag dan di Misool. Kata tour guideku, "Piaynemo ini seperti ksatria sedang duduk jongkok, kalau Wayag itu ksatria sedang tidur, kalau Misool itu kstaria sedang tidur".

Di Piaynemo, sudah dibangun jalan dari kayu dan tangga-tangga dari kayu untuk memudahkan akses wisatawan menuju puncak. Beberapa jalur dibuat bercabang untuk memudahkan akses naik dan turun. Hal ini merupakan salah satu tindakan visitor management agar tidak terlalu menekan di satu jalur saja. Di puncak juga sudah diberi pagar pembatas dan jaring untuk menghindari adanya kecelakaan wisatawan. Beberapa papan himbauan dan larangan juga sudah terpasang seperti himbauan untuk menjaga lingkungan dan larangan membuang sampah sembarangan, selain itu juga larangan corat-coret dan himbauan untuk menjaga ketertiban dan sopan santun. Papan-papan tersebut juga salah satu upaya visitor management di Piaynemo. Upaya lain yang menurutku sangat menarik adalah papan himbauan yang berbunyi beban maksimum untuk kapasitas 50 orang. Dari papan tersebut sudah jelas bahwa physical carrying capacity atau daya dukung fisik di Piaynemo hanya sebanyak 50 orang. Yang menarik perhatianku, kenapa papan tersebut mesti ada dan bertuliskan seperti itu?


Apa yang wisatawan yang berkunjung ke Piaynemo bisa mencapai lebih dari 50 orang di satu waktu (saat kunjunganku, Piaynemo sangat sepi jadi aku berpikir nggak mungkin lah mencapai segitu ditambah harga tiket pesawat dan ongkos liburan ke Raja Ampat masih tergolong mahal dan eksklusif sehingga pasti yang berkunjung masih sedikit). Pertanyaanku ini terjawab saat bimbingan teknis, nanti aku ceritakan di bawah hehe✌

TELAGA BINTANG

Dari Piaynemo, kami diajak ke atraksi wisata yang tidak jauh dari Piaynemo, namanya Telaga Bintang. Telaga Bintang ini konsepnya seperti di Piaynemo, kita harus mendaki tebing untuk mendapatkan viewpointnya, bedanya ini belum dibuat papan-papan kayu dan anak-anak tangga dari kayu sehingga wisatawan harus (literally) mendaki tebing. Tebingnya nggak terlalu curam, cuma nggak mudah juga, yang penting hati-hati saja dan perhatikan pijakan. Untuk yang punya masalah dipersendian kaki lebih baik jangan dipaksakan, ada tempat menunggu kok di bawah. Lagian, nggak bisa lama-lama di puncak. Jadi kunjungan ini bisa dibilang cuma hinggap saja. Sampai di puncak tidak boleh terlalu lama karena sempit dan giliran sama pengunjung berikutnya yang ingin menikmati pemandangan dari atas. Aku awalanya bertanya-tanya kenapa nama atraksi wisata di sini adalah Telaga Bintang, apa karena terkenal jadi dijuluki bintang. Sesampainya di puncak, aku diberi sebuah pertanyaan oleh guide kami, "Lihat tidak bintangnya?" awalnya aku bingung wkwk bintang di mana sih orang masih siang, lagi gombal apa ya wkwk, ternyata memang harus berdiri di viewpoint yang pas hehehe terjawab sudah pertanyaanku.

Awalnya ini yang kulihat saat di Telaga Bintang, are you agree with me guys? there's no star.


How about now? Could you see the star? Hehe



KAMPUNG WISATA ARBOREK

Bergerak dari Telaga Bintang, kami kembali naik speedboat untuk melanjutkan perjalanan, lumayan lama juga, sekitar 1,5 jam. Belum naik ke speedboatnya beberapa orang sudah bertanya "nanti gelombangnya seperti tadi nggak?" "nanti ombaknya bikin kapal goyang-goyang lagi nggak?" Beberapa orang tampaknya sudah parno naik kapal, tapi perjalanan berikutnya ombaknya sudah tenang. Bahkan matahari akhirnya menyambut kami di Kampung Wisata Arborek. Di sini, kami meninjauh homestay yang ada.

The sun shines again, welcoming us into Kampung Wisata Arborek


Kami menikmati matahari dengan mengitari Kampung Wisata Arborek


Kampung Wisata Arborek ini bersih banget lho, kiri kanan memandang sedikit sekali sampah yang bergeletakan di jalan, malah banyaknya daun-daun berguguran gini. Well done nih masyarakatnya.


Bloom.
Informasi lagi nih, di Raja Ampat ini, bentuk penginapan-penginapan yang mayoritas berupa homestay dan resort. Masyarakat Kampung Wisata Arborek sudah banyak yang terjun ke bisnis homestay ini. Homestay di Kampung Wisata Arborek berbentuk sederhana, gubug kayu dengan dinding anyaman, tanpa AC. Biasanya rumah untuk tinggal dan ruangan dapur dipisah. Menariknya, kata Mas Marcell, penduduk asli Kampung Wisata Arborek, yang lebih banyak menginap adalah wisatawan asing dengan lenght of stay mereka dapat mencapai seminggu bahkan lebih. Wisatawan lokal malah belum terlalu banyak karena baginya wisatawan lokal dirasa lebih banyak inginnya, seringnya adalah ingin ada AC, Kalau wisatawan asing malah mencari suasana yang seperti ini.

Mas Marcell menjelaskan kepada kami tentang homestay dan kondisi pariwisata di Kampung Wisata Arborek


Salah satu homestay yang ada di Kampung Wisata Arborek

Homestay di Kampung Wisata Arborek sudah cukup menjamur, jarak satu homestay dengan homestay lain juga berdekatan, jadi  jika ingin berlibur di Raja Ampat tidak perlu bingung sebenarnya masalah penginapan. Keuntungan menginap di Kampung Wisata Arborek adalah tidak jauh jika ingin ke destinasi-destinasi sekitarnya dibanding jika dari Waisai. Sayangnya, aku tidak sempat bertanya berapa harga permalam. Namun, ini ada beberapa foto contact person beberapa homestay jika tertarik dapat dihubungi☎.

Mawar Homestay

Worisun Homestay
Selain homestay di Kampung Wisata Arborek, terdapat homestay Piaynemo yang letaknya tidak jauh dari Piaynemo. Homestay ini sangat unik karena letaknya di tengah laut, dikelilingi pepohonan hijau.

Piaynemo Homestay terlihat dari Telaga Bintang

Lalu ada Friwn Mundai Homestay yang letaknya di atas tebing dekat dengan Pulau Friwn. (Re: Friwen). Setelah dari Kampung Wisata Arborek, kami sebenarnya diajak untuk mengunjungi salah satu andalan Raja Ampat lainnya yaitu Manta Sandy, spot untuk dapat snorkeling dan berenang dengan ikan pari manta, karena kata semua orang nih belum lengkap berkunjung ke Raja Ampat kalau belum menegok indahnya alam bawah lautnya yang digadang-gadang merupakan surga. Oleh karena itu, Raja Ampat dijuluki Indonesia Last Paradise. (First Paradise adalah julukan untuk Bali). Namun, karena waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang dan dihimbau agar paling lambat jam 5 harus sudah perjalanan kembali ke Waisai, akhirnya kami tidak jadi ke sana dan diajak ke atraksi Pasir Timbul dan Pulau Friwn Mundai, lalu mampir ke Homestay Friwn Mundai untuk snorkeling, yah mengobati kekecewaan karena tidak jadi snorkeling di Manta Sandy.

tampak depan Friwn Mundai Wall Homestay


PASIR TIMBUL


We right on time visiting Pasir Timbul

Biasanya hamparan pasir putih adanya di pinggir pantai, kalau di Raja Ampat ada nih hamparan pasir putih di tengah  laut. Pasir Timbul ini ada menyesuaikan pasang surutnya air laut. Kalau sedang pasang maka hamparan pasir ini akan tenggelam, kalau sedang surut hamparan pasir ini akan terlihat. Kapan nih waktu yang tepat untuk dapet momen Pasir Timbul ini? kata guide kami waktu yang tepat itu siang menuju sore, makanya kami diajak buru-buru untuk mengincar momen Pasir Timbul ini, keburu air laut pasang dan menenggelamkan hamparan pasir putih ini.

The team in Pasir Timbul

PULAU FRIWN MUNDAI

Pantai ini menjadi persinggahan terakhir kami, kami di sini bersantai makan pisang goreng dan melihat beberapa turis lain dan akamsi bermain di pulau kecil ini.



tidak jauh dari sini adalah letak homestaynya. Homestay yang aku ceritakan tadi. Spot snorkeling kami benar-benar menjadi halaman depan dari homestay ini. Aku tidak ikut snorkeling bahkan tidak juga sekedar ikut berenang, aku tidak bawa baju ganti hehe. Alasan sebenarnya aku tidak bisa berenang, iya iya aku tahu sayang banget ke Raja Ampat tappi nggak snorkeling. Jutaan orang kali udah bilang gitu ke aku. Kata Prof. Baiquni snorkeling di halaman depan homestay ini juga alam bawah lautnya sudah indah, apalagi di destinasi yang dijuluki 'akuarium Raja Ampat', pasti sangat sangat sangat indah ya. Ya semoga next time ke Raja Ampat aku bisa merasakan snorkeling hehe.

Aku menahan rasa ingin ikut nyebur tapi kok warna lautnya biru tua haha

Kami akhirnya mengakhiri perjalanan ditemani matahari yang malu-malu, seperti enggan tenggelam sebelum kami sampai di Waisai.

 Waktu perjalanan kembali ke Waisai, aku duduk di atas kapal, menikmati sore dan menyapa matahari yang akan tenggelam.

Pelabuhan Waisai, matahari mengantar kami kembali ke Waisai.


Bonus foto Dua Putri, bersama kru kapal dan tour guide kami, Kaka Muksin! (yg bawa tas kuning)


Kembali ke pertanyaanku yang terbesit di Piaynemo. Intinya, apa mungkin destinasi wisata di Raja Ampat sudah menunjukan tanda-tanda over capacity

Sebelumnya aku jelaskan singkat dulu mengenai carrying capacity atau daya dukung di destinasi wisata. Pada dasarnya, setiap tempat wisata memiliki daya dukungnya, yaitu kemampuan maksimim destinasi wisata untuk menampung wisatawan yang berkunjung pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada ekosistem. Daya dukung tersebut dibagi menjadi tiga, daya dukung fisik, daya dukung sosial-budaya, dan daya dukung lingkungan. Tentunya, kegiatan pariwisata tidak boleh melampaui carrying capacity atau daya dukung dari destinasi-destinasi wisata tersebut.

Di kasus ini, destinasi-destinasi wisata di Raja Ampat telah mengalami dinamika aktivitas wisata. Raja Ampat sudah mengalami laju yang pesat dalam hal menerima wisatawan. Wisatawan-wisatawan tersebut berlalu lalang menggunakan speedboat, sehingga speedboat perharinya dapat mencapai puluhan hingga ratusan kali. Belum lagi  yang menggunakan kapal pinisi. Lalu lalang kapal-kapal tersebut ternyata juga mengganggu ekosistem bawah air yang ada di Raja Ampat, mungkin banyak fauna laut yang merasa tidak nyaman. Buktinya, beberapa ikan pari manta di Manta Sandy pernah dikabarkan hilang di musim-musim tertentu. Selain karena lalu lalang kapal, memang terjadi penumpukan wisatawan terlebih di musim liburan pada spot Manta Sandy tersebut. Setelah dilakukan kajian mengenai carry cap di Manta Sandy yang dilakukan oleh pemda dan aktivis serta blablabla, beberapa ikan pari manta kembali terlihat. Apa yang dilakukan mereka? Mereka melakukan sistem booking untuk visitor management di destinasi Manta Sandy ini, sehingga tidak terjadi penumpukan wisatawan. Cara itu dilakukan dengan melakukan pengkajian terlebih dahulu, terbukti setelah itu pari-pari manta akhirnya banyak yang kembali.

Papan tanda yang ada di Piaynemo tersebut juga salah satu langkah visitor management terkait dengan physical carrying capacity di sana, dengan alasan yang sama yaitu agar tidak terjadi penumpukan wisatawan. Penumpukan wisatawan di Piaynemo dapat berakibat mungkin terjadi kecelakaan dan ketidaknyamanan pengunjung. Pada dasarnya lagi, carrying capacity  tidak hanya menjaga destinasi tetapi juga menjaga kenyamanan dan preferensi wisatawan sehingga wisatawan dapat datang kembali, pariwisata yang tetap hidup dan kesejahteraan masyarakat dapat berkelanjutan.
Dari bimbingan teknis yang diadakan, aku menangkap bahwa fokus pengelolaan destinasi pariwisata di Raja Ampat sekarang seharusnya bukanlah tentang kuantitas kunjungan wisatawan melainkan kunjungan wisatawan yang berkualitas. Raja Ampat yang sudah mengalami lonjakan kunjungan wisatawan tentunya destinasi-destinasnya perlu dikaji carrying capacitynya. Carrying capacity yang dimaksud tidak hanya soal pembatasan kunjungan tetapi juga merumuskan model pengelolaan kunjungan yang berkualitas. Pembatasan kunjungan hanya salah satu cara dari visitor management. Dengan mengkaji carrying capacity di destinasi maka akan menemukan formula yang untuk visitor management sehingga dapat tercipta pengalaman berwisata yang berkualitas. 
Jika ditanya apa saja visitor management yang dapat diterapkan di destinasi-destinasi wisata Raja Ampat, di bimbingan teknis juga disampaikan beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan melihat kondisi sekarang ini:

  1. Menetapkan regulasi tentang kunjungan wisatawan di spot-spot sensitif seperti pengaturan harga yang menyesuaikan destinasi yang populer dan banyak dikunjungi. Mungkin disesuaikan dengan tingkat sensitif destinasi dan keunikan yang dimiliki destinasi. Semakin sensitif dan unik destinasi mungkin dapat menetapkan harga yang tinggi di destinasi tersebut. Ini memungkinkan untuk membatasi kunjungan dan tetap menjaga destinasi. Kata Prof. Baiquni mengenai langkah ini adalah tidak perlu takut kunjungan berkurang, justru langkah ini akan membawa wisatawan-wisatawan 'berkualitas'. Berkualitas yang dimaksud adalah wisatawan yang bertanggung jawab. 
  2. Menetapkan sistem booking bagi wisatawan yang ingin mengunjungi salah satu destinasi.
  3. Sirkulasi alur wisatawan di destinasi wisata yang dibatasi kunjungannya. Jika memang destinasi tersebut berpotensi akan menjadi mass tourism atau banyak wisatawan yang akan berkunjung tetapi tetap harus dibatasi kunjungannya sehingga menerapkan sistem antre, maka mungkin dapat mengandalkan pemandu untuk mengajak wisatawan yang sedang menunggu antreannya dengan informasi lain di sekitar spot. Sebagai contoh adalah interpretasi flora dan fauna di sekitar.
  4. Lebih tegas lagi menerapkan pengertian masyarakat pengelola pariwisata adalah yang mengatur perilaku wisatawan melalui aturan, seperti kelonggaran visitasi ke destinasi wisata  yang maksudnya mengatur berapa jumlah wisatawan yang boleh berkunjung, lama kunjungan wisatawan diperbolehkan di destinasi ataupun jam kunjungan yang dapat direkomendasikan. Selain itu, pengaturan jadwal kapal agar dapat dimonitor agar tidak menumpuk berlabuh di salah satu spot wisata, mungkin dapat menentukan berapa kapal yang boleh berlabuh di pos-pos tertentu sehingga kapal yang berikutnya dapat mengantre dulu. 
  5. Penyebaran aktivitas wisata yang memanfaatkan potensi wisata lain. Yang kita tahu memang Raja Ampat terkenal dengan wisata baharinya tetapi mungkin potensi wisata lain dapat dibuka untuk mendispersi aktivitas wisata yang ada. Raja Ampat memiliki potensi di darat seperti aktivitas wisata yang melibatkan flora dan fauna yang dapat dieksplorasi dan dikelola bagi wisatawan.
  6. Upaya terekstrim menurutku adalah penutupan destinasi wisata yang dimaksud agar sekadar mengistirahatkan ekosistem maupun memulihkan ekosistem yang telah rusak sehingga kembali berfungsi.
Nah, hal-hal tersebut menurutku bisa banget dimodifikasi dan diterapkan di destinasi-destinasi lain yang ada di Indonesia. Nggak cuma di Raja Ampat, di seluruh Indonesia sekarang harus mulai lebih berfokus pada pengelolaan pariwisata yang berkualitas nggak cuma masalah kuantitas seperti jumlah kunjungan wisatawan atau jumlah devisa yang dihasilkan dari pariwisata. Tapi, percuma saja kalau pengelola destinasi ataupun pemerintah daerah bahkan pemerintah pusat menggadang-gadangkan pengelolaan pariwisata yang berkualitas jika dari wisatawan sendiri tidak berkualitas. Wisatawan turut andil lho, wisatawan yang berkunjung ke destinasi-destinasi haruslah menjadi wisatawan yang bertanggung jawab. Gimana tuh? Ya yang mematuhi aturan, yang turut menjaga destinasi wisata misal dengan cara tersederhana tidak membuang sampah sembarangan. Salah satu problematika yang ada di destinasi wisata terlebih destinasi wisata yang berbentuk pulau, selain masalah ekosistem yang perlu dijaga ada lagi yaitu masalah sampah. Mungkin bisa kubahas lain waktu dengan contoh tempat wisata yang berbeda ya hm...

Pengelolaan pariwisata yang berkualitas akan menghasilkan kunjungan wisatawan yang berkualitas pula nantinya kuantitas akan mengikuti tentunya dengan wisatawan-wisatawan yang berkualitas. Akhir kata, kunci utama pengelolaan adalah komitmen bersama dari seluruh stakeholders (pemerintah, pengelola destinasi, dan wisatawan).

Yup, kayanya postinganku yang satu ini cocok jadi pengantar tugas kuliah bahkan skripsiku haha. Tapi itu emang yang sangat menarik dari perjalananku ke Raja Ampat, Papua kala itu. Aku bersyukur, bukan hanya mimpiku menjadi kenyataan dan dapat mengintip last paradise dari Indonesia tetapi juga menambah ilmuku dan aku sangat tertarik dengan hal itu. Kajian carrying capacity yang terus dilakukan dan visitor management  yang nantinya diterapkan pasti tidak akan membuat titel 'Indonesia Last Paradise' untuk Raja Ampat menjadi titel belaka, tapi memang begitu adanya yaitu menjadi surga terakhir di Indonesia, di mana menjadi tujuan semua orang, ketika surga  di Indonesia sudah tidak lagi ada.

Raja Ampat is Indonesia Last Paradise, hope it lasts because it is too beautiful and my children even my grandchildren should visit it.

---

Ke mana lagi langkah kakiku membawaku pergi? Yuk ikuti!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM